3. Hendaknya wanita tersebut sangat penyayang dan subur (mudah beranak banyak)
عن مَعْقِل بن يَسَارٍ رضي الله عنه قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ "إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟"، قَالَ: "لاَ". ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: "تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
Peringatan
4. Disunnahkan menikahi wanita yang perawan, kecuali jika ada udzur[12]
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا
Peringatan 1
Peringatan 2
Bersambung …
Kota Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, 30 Maret 2005
Selesai muroja’ah kembali 3 April 2006
Di susun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda
Artikel www.firanda.com
Catatan Kaki:
---------------
[1] HR Abu Dawud 2/220 no 2050 dan ini adalah lafalnya, Ibnu Hibban 9/363,364, An-Nasaai 6/65, berkata Syaikh Al-Albani , “Hasan Shahih”
[7] Subulus Salam 3/111
[8] Aunul Ma’bud 6/33
[9] Yaitu orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran yang di bawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
[10] An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5/361, At-Thabrani dalam Al-Awshath 6/11, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena syawahidnya (As-Shahihah 1/578 no 287)
[11] Asy-Syarhul Mumti’ XII/18
[14] HR Muslim 2/1087,
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُقَبِّلُهَا وَهُوَ صَائِمٌ وَيَمُصُّ لِسَانهَا
Faedah :
[16] HR Al-Bukhari 5/2053, Muslim 2/1087, Abu Dawud 2/220, An-Nasai di Al-Kubro 3/265, dan Al-Mujtaba 6/61
[17] HR Ahmad 2/514
[18] HR At-Thirmidzi 3/406
[19] Al-Minhaj syarah Shahih Muslim 10/53
[20] Tuhfatul Ahwadzi 4/191
[21] HR Al-Bukhari 5/1953, lihat Umdatul Qori 20/74
[22] Zaadul Ma’aad IV/252
[23] Hadits riwayat lbnu Majah no. 1861 (1/598), dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623 (2/192)
[24] Sebagaimana dalam riwayat Muslim 2/1019
[25] HR Al-Bukhari 5/1950. Abdullah bin Mas’ud tidak menerima tawaran Utsman karena ia telah tua
[26] Fathul Bari 9/107
[27] Al-Mu’jam Al-Kabiir XIX/149 no 328
[28] Ad-Dho’iifah no 1629, lihat juga Dho’iiful Jami’ no 3990. Alhamdulillah hadits ini lemah, kalau hadits ini shahih tentunya akan menimbulkan banyak permasalahan keluarga antara dua pasang suami istri yang suka saling menggigit..??!!
[29] Asy-Syarhul Mumti’ XII/16
[30] Al-Minhaj syarah Shahih Muslim 10/53
Sumber:
http://www.firanda.com/index.php/artikel/keluarga/43-kriteria-calon-istri-idaman-seri-3-qpenyayang-subur-dan-perawanq
عن مَعْقِل بن يَسَارٍ رضي الله عنه قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ "إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟"، قَالَ: "لاَ". ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: "تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu
'anhu berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan
memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu
datang menemui Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kedua kalinya dan Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam yang ketiga kalinya maka Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan
yang mudah beranak banyak(subur) karena aku akan berbangga dengan kalian
dihadapan umat-umat yang lain”[1]
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ
التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ
الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
berkata, “Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk
menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah
wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak(subur) karena
aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat
”[2]
Berkata As-Sindi[3] mengomentari hadits
ini “Perkataan pria tersebut ((namun ia tidak bisa punya anak)),
seakan-akan ia mengetahui hal itu (wanita tersebut tidak bisa punya
anak) karena wanita tersebut tidak lagi haid, atau wanita tersebut
pernah menikah dengan seorang pria namun ia tidak melahirkan.
((Al-Wadud)) yaitu sangat menyayangi suaminya[4], yang dimaksud di sini
adalah wanita perawan[5] atau (sifat penyayang itu) diketahui dengan
keadaan kerabatnya, demikian juga sifat mudah punya banyak anak pada
seorang wanita perawan (diketahui dengan melihat kerabatnya-pen). Perlu
mencari wanita yang sangat penyayang padahal yang dituntut adalah banyak
anak –sebagaimana Keterangan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam (untuk
berbangga dengan jumlah pengikut dihadapan umat-umat yang lain)- karena
rasa cinta dan sayang mengantarkan kepada banyaknya anak. ((Aku
berbangga dengan kalian)) yaitu dihadapan para nabi yang lain
sebagaimana dalam riwayat Ibnu Hibban[6]”
Berkata As-Shon’ani, “Hadits ini
menunjukan bahwa bolehnya berbangga-banggaan pada hari akhirat, karena
barangsiapa yang umatnya paling banyak berarti pahala yang diperolehnya
juga paling banyak, karena ia memperoleh seperti pahala pengikutnya”[7]
Berkata Syamsulhaq Al-‘Adzim Abadi, “Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkan dua sifat ini karena wanita yang mudah beranak banyak
jika tidak memiliki sifat penyayang maka sang suami tidak
menyenanginya, dan sebaliknya jika penyayang namun tidak mudah beranak
banyak maka tujuan yang diharapkan yaitu memperbanyak umat Islam dengan
banyaknya kelahiran tidak terealisasikan”[8]
Wanita yang mudah beranak banyak dan
sangat penyayang kepada suaminya jika disertai dengan keshalihan maka ia
termasuk penduduk surga. Dari Ka’ab bin ‘Ujroh radhiyallahu 'anhu, ia
berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلآ أُخْبِرُكُمْ بِرِجالِكُمْ مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةْ ؟؟، النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ وَالصِّدِّيْقُ فِي الْجَنَّةِ
وَالشَّهِيْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالْمَوْلُوْدُ فِي الْجَنَّةِ وَالرَّجُلُ
يَزُوْرُ أَخَاهُ فِي نَاحِيَةِ الْمِصْرِ لاَ يَزُوْرُهُ إِلاَّ للهِ
عَزَّ وَجَلَّ وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْوَدُوْدُ
الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِي إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ
حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا
حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku kabarkan tentang para
lelaki dari kalian yang masuk surga?, Nabi di surga, As-Siddiq[9] di
surga, orang yang mati syahid di surga, anak kecil yang meninggal di
surga, orang yang mengunjungi saudaranya di ujung kota dan ia tidak
mengunjunginya kecuali karena Allah. Dan istri-istri kalian yang akan
masuk surga yaitu yang mudah beranak banyak lagi sangat penyayang kepada
suaminya, serta yang selalu datang kembali yaitu jika suaminya marah
maka iapun datang kembali kepada suaminya dan meletakkan tangannya di
tangan suaminya dan berkata, “Aku tidak akan merasakan ketenangan hingga
engkau ridha”[10]
Peringatan
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata ,
((Sesungguhnya banyaknya umat merupakan kejayaan bagi umat tersebut.
Waspadalah kalian terhadap perkataan para sekularisme yang berkata,
“Banyaknya umat mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran”. Bahkan
jumlah yang banyak merupakan kemuliaan yang Allah karuniakan kepada bani
Israil sebagaimana dalam firmanNya,
وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً (الإسراء : 6 )
Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. (QS. 17:6)
Dan Nabi Syu’aib 'alaihissalam mengingatkan kaumnya dengan karunia ini, beliau berkata
وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ (الأعراف : 86 )
Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. (QS. 7:86)
Maka banyaknya umat merupakan kejayaan,
terutama jika bumi tempat mereka tinggal subur dan penuh dengan kekayaan
alam yang bisa dimanfaatkan untuk perindustrian. Banyaknya penduduk
sama sekali bukanlah merupakan sebab kemiskinan dan pengangguran.
Namun yang sangat disayangkan sebagian
orang sengaja memilih wanita yang mandul, wanita yang seperti ini lebih
disukai oleh mereka daripada wanita yang subur. Mereka berusaha agar
istri-istri mereka tidak melahirkan kecuali setelah empat atau lima
tahun setelah pernikahan, dan yang semisalnya. Ini merupakan kesalahan
karena hal ini menyelisihi tujuan Nabi shalallahu'alaihi wa sallam.
Terkadang mereka berkata, “Jika engkau merawat anak yang banyak maka
engkau akan kesulitan”, maka kita katakan, “Jika kalian berprasangka
baik kepada Allah maka Allah akan menolong kalian”.
Mereka juga terkadang berkata, “Harta milik kami hanya sedikit”, maka kita katakan kepada mereka,
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)
Dan terkadang seseorang melihat bahwa
resekinya dilapangkan jika ia memperoleh seorang anak. Seorang pedagang
yang aku percayai pernah berkata, “Semenjak aku menikah Allah membukakan
pintu rezeki bagiku. Tatkala aku kelahiran anakku si fulan maka
dibukakan bagiku pintu rezeki yang lain”. Dan ini jelas diketahui
bersama karena Allah berfirman
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا (هود : 6 )
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya (QS. 11:6)
Allah 'azza wa jalla juga berfirman
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ (الأنعام : 151 )
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka (QS. 6:151)
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ
إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءاً
كَبِيراً (الإسراء : 31 )
Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki
kepada mereka dan juga kepadamu. (QS. 17:31)
Allah juga berfirman
إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ (النور : 32 )
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. (QS. 24:32)
Intinya bahwasanya pernyataan bahwa banyaknya anak merupakan sebab kemiskinan merupkan pernyataan yang keliru.
Mungkin ada seseorang yang berkata,
“Saya lebih suka jika istri saya tetap tampil muda, karenanya saya tidak
suka jika ia melahirkan”
Kita katakan, “Tujuan seperti ini tidak mengapa, akan tetapi melahirkan dan banyaknya anak lebih baik dari hal itu”…))[11]
4. Disunnahkan menikahi wanita yang perawan, kecuali jika ada udzur[12]
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu
'anhuma ia berkata, “Ayahku wafat (dalam riwayat yang lain, استشهد
“Ayahku mati syahid”)[13] dan meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak
perempuan maka akupun menikahi seorang wanita janda, Rasulullah
shalallahu'alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Engkau telah menikah ya
Jabir”, aku menjawab, “Iya”, ia berkata, “Gadis atau janda?”, aku
menjawab, “Janda”, ia berkata, “Kenapa engkau tidak menikahi yang masih
gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu
(saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu
tertawa?” (dalam riwayat yang lain, فََأيْنَ أَنْتَ مِنَ الْعَذَارَى
ولُِعَابِها “Dimana engkau dengan gadis perawan dan cumbuannya?” [14],
aku katakan kepadanya, “Sesungguhnya (ayahku) Abdullah wafat dan ia
meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka aku membawa bagi
mereka seorang wanita yang masih gadis seperti mereka maka akupun
menikahi wanita (janda)[15] yang bisa mengurus mereka dan membimbing
mereka”. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Semoga Allah
memberi barokah kepadamu” atau ia mengucapkan خَيْرًا “Baik jika
demikian” [16]. (Dalam riwayat yang lain Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam berkata, أَصَبْتَ “Tindakanmu benar”[17], dan dalam riwayat yang
lain Jabir berkata, فَدَعَا لِي “Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
mendoakan aku”[18])
An-Nawawi berkata, “Hadits ini
menunjukan (sunnahnya) cumbuan lelaki pada istrinya dan bersikap lembut
kepadanya, membuatnya tertawa serta bergaul dengannya dengan baik”[19]
Gadis perawan lebih utama untuk dicari
karena wanita janda bisa jadi hatinya masih terikat dengan suami
sebelumnya sehingga cintanya kepada suami barunya tidak sepenuhnya
(tidak sempurna), berbeda dengan gadis yang masih perawan”[20]
Hal ini sebagaimana yang dipahami oleh Ummul mukminin Aisyah, ia berkata,
قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ لَوْ
نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيْهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا وَوَجَدْتَ
شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا فِي أَيِّهَا كُنْتَ تَرْتَعُ بَعِيْرَكَ؟
قَالَ ((فِي الَّتِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا))
تَعْنِي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu jika engkau pergi ke sebuah lembah dan di lembah
tersebut terdapat sebuah pohon yang sebelumnya telah dimakan (oleh hewan
gembalaan) dan engkau mendapatkan pohon yang lain yang sama sekali
belum dimakan (oleh hewan gembalaan) maka pohon manakah yang akan engkau
gembalakan ontamu?”, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata,
“Pada pohon yang belum dimakan oleh hewan gembalaan” Maksud ‘Aisyah
bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam tidak menikahi
seorang gadis perawanpun kecuali dia.[21]
Ibnul Qoyyim berkata –tatkala beliau
menjelaskan bahwa keperawanan merupakan salah satu kesempurnaan wanita-,
“Allah telah menjadikan termasuk kesempurnaan para wanita surga -yaitu
para bidadari- bahwasanya mereka sama sekali tidak pernah disentuh
sebelumnya. Mereka hanya disentuh oleh penduduk surga yang para bidadari
tersebut diciptakan untuk mereka”[22]
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالْأبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
"(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya
mereka lebih manis tutur katanya, lebih banyak keturunannya, dan lebih
menerima dengan sedikit (qana'ah)".[23]
عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ
اللهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانَ بِمِنَى فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً، فَخَلَوَا فَقَالَ عُثْمَانُ هَلْ لَكَ يَا
أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا
كُنْتَ تَعْهَدُ؟ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةً
إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا عَلْقَمَةُ، فَانْتَهَيْتُ
إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُوْلُ أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا
النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Dari Alqomah ia berkata, “Aku bersama
Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu 'anhu lalu ia bertemu dengan Utsman
radhiyallahu 'anhu di Mina, Utsmanpun berkata kepadanya, “Wahai Abu
Abdirrahman aku ada perlu denganmu” maka mereka berduapun menyendiri
(berkhalwat). Utsman berkata, “Wahai Abu Abdirrahman apakah engkau ingin
aku nikahkan dengan seorang gadis perawan yang bisa mengingatkan engkau
pada masa lalumu (masa mudamu)?”. Tatkala Abdullah bin Mas’ud memandang
bahwa ia tidak pingin menikah maka iapun memberi isyarat kepadaku lalu
ia memanggilku ,”Ya Alqomah!”, akupun mendatanginya, (kemudian Utsman
kembali menawarkan Ibnu Mas’ud untuk menikahi gadis perawan) [24], Ibnu
Mas’ud berkata (kepada Utsman), “Jika engkau mengatakan demikian
kepadaku maka sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah
mengatakan kepada kami “Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian
yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, dan
barangsiapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa karena puasa
menjadi tameng baginya” [25]
Berkata Ibnu Hajar, “Hadits ini
menunjukan bahwa mencumbui istri yang masih muda (yang asalnya masih
perawan sebagaimana yang Utsman tawarkan kepada Ibnu Mas’ud –pen)
menambah kekuatan dan keaktifan, berbeda jika bercumbu dengan wanita
yang sudah tua malah sebaliknya”[26]
Peringatan 1
Hadits Jabir radhiyallahu 'anhu dalam
riwayat yang lain yang dikeluarkan oleh At-Thobroni[27] bahwasanya
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, فَهَلاَّ
بِكْرًا تُعُضُّهَا وَتَعُضُّكَ “Kenapa engkau tidak menikahi wanita
perawan, engkau mengigitnya dan dia menggigitmu??”
Namun hadits ini lemah sebagaimana dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ad-Dho’iifah[28]Peringatan 2
Berkata Syaikh Utsaimin, “Akan tetapi
terkadang seseorang memilih untuk menikahi seorang janda karena ada
sebab-sebab tertentu sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir bin Abdillah
radhiyallahu 'anhuma. Ia memilih untuk menikahi seorang janda karena
ayah beliau yaitu Abdullah bin Haroom mati syahid dalam perang Uhud dan
meninggalkan anak-anak wanita yang membutuhkan seorang wanita yang
merawat mereka. Seandainya beliau menikah dengan seorang wanita perawan
maka wanita tersebut tidak akan mempu untuk merawat mereka, maka beliau
memilih menikahi seorang janda untuk merawat saudara-saudara wanita
beliau. Oleh karena itu, tatkala Jabir menyampaikan hal ini kepada Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pun
membenarkannya. Maka jika seseorang memilih untuk menikahi seorang
wanita janda karena ada kepentingan-kepentingan tertentu maka ini lebih
baik.”[29]
Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan kemuliaan Jabir yang
mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan saudara-saudara wanitanya di
atas kepentingan pribadinya”[30]Bersambung …
Kota Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, 30 Maret 2005
Selesai muroja’ah kembali 3 April 2006
Di susun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda
Artikel www.firanda.com
Catatan Kaki:
---------------
[1] HR Abu Dawud 2/220 no 2050 dan ini adalah lafalnya, Ibnu Hibban 9/363,364, An-Nasaai 6/65, berkata Syaikh Al-Albani , “Hasan Shahih”
[2] HR Ibnu Hibban 9/338. Berkata Ibnu
Hajar, “Adapun hadits “Sesungguhnya aku berbangga dengan kalian” maka
hadits tersebut shahih dari hadits Anas…dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan
disebutkan oleh Imam As-Syafi’i secara بلاغا (balagan) dari hadits Ibnu
Umar dengan lafal تَنَاكَحُوْا تَكَاثَرُوْا فَإِنِّي أُبَاهِي بِكُمُ
الأُمَمَ “Menikahlah dan beranak banyaklah kalian karena sesungguhnya
aku berbangga dengan (jumlah) kalian”, dan dikeluarkan oleh Al-Baihaqi
dari hadits Abu Umamah dengan lafal تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ
بِكُمُ الأُمَمَ وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرُهْبَانِيَةِ النَّصَارَى
“Menikahlah sesungguhnya aku memebanggakan (jumlah) kalian dihadapan
umat-umat yang lain dan janganlah kalian seperti kerahiban orang-orang
Nasrani…” (Fathul Bari 9/111). Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Irwa’ no 1784
[3] Syarh Sunan Ibni Majah 6/66
[4] Berkata Al-Munawi, “Penyayang yaitu
yang sangat mencintai suaminya, lemah lembut jika berbicara dengannya,
selalu melayaninya, penuh adab (dihadapan) suaminya dan selalu tersenyum
manis…” (Faidhul Qodir 3/242)
[5] Karena perawanlah yang biasanya
lebih mencintai dan menyayangi suaminya, sebab ia belum pernah mengenal
lelaki lain sebelum suaminya. Namun ini di zaman Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam, adapun di zaman sekarang banyak perawan yang wawasannya luas
sekali tentang para lelaki, Wallahul Musta’aan wa ilaihit tuklaan
[6] HR Ahmad 3/158,245, Ibnu Hibban 9/338, At-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Awshath 5/207[7] Subulus Salam 3/111
[8] Aunul Ma’bud 6/33
[9] Yaitu orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran yang di bawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
[10] An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5/361, At-Thabrani dalam Al-Awshath 6/11, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena syawahidnya (As-Shahihah 1/578 no 287)
[11] Asy-Syarhul Mumti’ XII/18
[12] Seperti kemaluannya lemah tidak
mampu untuk membuka keperawanan wanita atau jika ia membutuhkan wanita
janda untuk membantu mengurusi keluarganya (Fathul Wahhab 2/53)
[13] HR Al-Bukhari 3/1083, yaitu mati syahid dalam perang Uhud[14] HR Muslim 2/1087,
Berkata An-Nawawi, “Adapun sabda Nabi
shalallahu'alaihi wa sallam ولعابها maka dengan mengkasroh huruf lam,
dan datang dari sebagian perawi Bukhori dengan mendommakannya”. Berkata
Qodhi ‘Iyadh, “Adapun lafal yang ada dalam riwayat Imam Muslim maka
dengan dikasroh huruf lamnya dan tidak ada kemungkinan yang lain,
maknanya yaitu masdar dari لاَعَبَ مُلاَعَبَةً seperti قَاتَلَ
مُقَاتَلَة (قِتَال)“, ia berkata juga, “ Mayoritas ahlul kalam tatkala
menjelaskan makna hadits ini dengan membawakan makna تلاعبها pada makna
yang sudah dikenal (yaitu bercumbu) dan tafsiran ini dikuatkan dengan
sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam “Engkau membuatnya tertawa dan
ia membuatmu tertawa”, dan sebagian mereka mengatakan bahwa ada
kemungkinan makna adalah dari اللُعَاب yaitu الرِّيْقُ air liur”
(Sebagaimana di nukil oleh An-Nawawi dalam Al-Minhaj 10/52-53)
Ibnu Hajar menjelaskan, “Dalam riwayat
yang lain dengan mendommah huruf lam, dan maksudnya adalah air liur, dan
ini adalah isyarat tentang mengisap lidah sang wanita dan menghisap
kedua bibirnya yang hal itu terjadi saat mereka berdua saling bercumbu
dan saling berciuman. Ini bukanlah penafsiran yang jauh dari kebenaran
sebagaimana penjelasan Al-Qurthubi. Dan makna yang kedua ini (yaitu
لُعاب yang artinya air liur) bukanlah makna yang pertama (لِعاب yang
artinya saling bercumbu, yang makna pertama ini adalah lafal yang
diriwayatkan oleh mayoritas perawi) sebagaimana perkataan Syu’bah
bahwasanya ia menyampaikan lafal ini kepada ‘Amr bin Dinar maka ia
berkata, “Lafal yang benar adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
jama’ah (mayoritas perawi yaitu lafal yang pertama لِعاب)”, kalau memang
kedua maknanya sama maka Amr tidak akan mengingkarinya apalagi ia
termasuk para ulama yang membolehkan periwayatan hadits dengan maknanya”
(Al-Fath 9/122)
Dengan demikian Ibnu Hajar seakan-akan
menguatkan riwayat dengan mendhommah huruf lam (وَلُعَابِهَا) karena
makna lafal hadits (فََأيْنَ أَنْتَ مِنَ الْعَذَارَى ولُِعَابِها) tidak
sama dengan makna lafal hadits (فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا
وَتُلاَعِبُكَ), hal ini berbeda dengan pendapat An-Nawawi yang
merojihkan riwayat mengkasroh huruf lam (وَلِعَابِهَا) karena beliau
memandang makna lafal kedua hadits tersebut adalah sama.
Ada sebuah hadits yang mendukung makna lafal yang kedua (yaitu لُعاب
yang artinya air liur) yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (II/311 no 2386)أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُقَبِّلُهَا وَهُوَ صَائِمٌ وَيَمُصُّ لِسَانهَا
Bahwasanya Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam mencium Aisyah dan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sedang
berpuasa dan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengisap lidah Aisyah.
Akan tetapi hadits ini dho’if sebagaimana didho’ifkan oleh Abu Dawud sendiri, Ibnu Hajar, dan Syaikh Al-Albani.Faedah :
Ibnu Hajar berkata, “Jika hadits ini
shahih maka dibawakan kepada makna bahwsanya Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam tidak menelan liurnya yang telah tercampur dengan liur Aisyah”
(Fathul Bari IV/153)
[15] Istri Jabir ini bernama Sahlah binti Mas’ud bin Aus bin Malik
Anshoriah Al-Awsiah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Sa’ad (Fathul Bari
9/122)[16] HR Al-Bukhari 5/2053, Muslim 2/1087, Abu Dawud 2/220, An-Nasai di Al-Kubro 3/265, dan Al-Mujtaba 6/61
[17] HR Ahmad 2/514
[18] HR At-Thirmidzi 3/406
[19] Al-Minhaj syarah Shahih Muslim 10/53
[20] Tuhfatul Ahwadzi 4/191
[21] HR Al-Bukhari 5/1953, lihat Umdatul Qori 20/74
[22] Zaadul Ma’aad IV/252
[23] Hadits riwayat lbnu Majah no. 1861 (1/598), dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623 (2/192)
[24] Sebagaimana dalam riwayat Muslim 2/1019
[25] HR Al-Bukhari 5/1950. Abdullah bin Mas’ud tidak menerima tawaran Utsman karena ia telah tua
[26] Fathul Bari 9/107
[27] Al-Mu’jam Al-Kabiir XIX/149 no 328
[28] Ad-Dho’iifah no 1629, lihat juga Dho’iiful Jami’ no 3990. Alhamdulillah hadits ini lemah, kalau hadits ini shahih tentunya akan menimbulkan banyak permasalahan keluarga antara dua pasang suami istri yang suka saling menggigit..??!!
[29] Asy-Syarhul Mumti’ XII/16
[30] Al-Minhaj syarah Shahih Muslim 10/53
Sumber:
http://www.firanda.com/index.php/artikel/keluarga/43-kriteria-calon-istri-idaman-seri-3-qpenyayang-subur-dan-perawanq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar